Beban Kerja Mental dan Beban Kerja Fisik
Beban kerja mental adalah beban kerja yang
tidak hanya memanfaatkan kinerja fisik tetapi lebih dipusatkan pada pemikiran
sehingga mempengaruhi mental si pekerja. Untuk lebih mudah membedakannya,
berikut adalah contoh perbandingan beban kerja mental dan beban kerja fisik.
Beban kerja fisik
bisa ditemui pada
pekerja-pekerja yang lebih memanfaatkan fisik untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Salah satu contohnya adalah seorang pelinting rokok. Dalam melaksanakan
pekerjaannya, pelinting rokok akan merasa beban kerja mereka terpusat pada
fisik tanpa terbebani tanggung jawab yang besar. Berbeda dengan seorang pilot
yang memiliki beban kerja mental lebih besar. Pilot memiliki tanggung jawab dan
beban yang besar dalam menjalankan pekerjaannya. Mental pilot akan terbebani
bahwa ia harus menerbangkan pesawat dengan benar karena membawa banyak
penumpang dan bertanggung jawab untuk menjaga mereka selamat sampai tujuan.
Selain pada pusat
bebannya, perbedaan beban kerja mental dengan fisik bisa dilihat dari output
yang dihasilkan. Hasil pekerjaan dari tipe beban kerja fisik bisa diukur dengan
mudah. Sedangkan pada pekerjaan dengan beban mental, output sulit untuk diukur
dan dibandingkan. Misalnya pada contoh pelinting rokok dan pilot. Antara
pelinting rokok satu dengan lainnya bisa diukur seberapa besar beban fisik yang
dihadapi berdasarkan jumlah lintingan rokok yang dihasilkan. Sedangkan pada
seorang pilot, besarnya beban mental yang dihadapi tidak bisa terukur secara
jelas. Misalkan beban mental seorang pilot pesawat Surabaya-Jakarta tidak bisa
dikatakan dua kali lebih berat dibandingkan beban mental pilot pesawat
Surabaya-Jogjakarta meskipun jarak Surabaya-Jakarta dua kali lebih jauh
daripada Surabaya-Jogjakarta.
Pengukuran
perbedaan beban kerja mental yang dialami oleh para pekerja bisa dilakukan
dengan berbagai metode baik secara subyektif maupun secara obyektif. Contoh
pengukuran beban mental secara obyektif adalah dengan mngukur denyut jantung
sesorang ketika bekerja. Pengukuran ini digunakan untuk mengukur beban kerja
dinamis seseorang sebagai manifestasi gerakan otot. Semakin cepat denyut
jantung mengindikasikan bahwa beban mental yang dialami pekerja tersebut
semakin berat. Namun, tingkat kecepatan denyut jantung tersebut tidak
menunjukkan secara tepat besarnya beban kerja mental yang dialami. Misalkan
Diansastro yang memiliki denyut jantung 100 kali per menit saat bekerja belum
tentu memiliki beban mental yang sama besar dengan Luna Maya yang memiliki
denyut jantung 100 kali per menit juga. Selain itu masih ada pula
beberapa pengukuran beban kerja mental secara obyektif yang lainnya antara lain
pengukuran cairan dalam tubuh, kecepatan kedipan mata, dan sebagainya.
Pengukuran
obyektif seperti telah disebutkan di atas jarang digunakan karena membutuhkan
biaya yang cukup mahal untuk peralatan pengukurannya. Selain itu pengukuran ini
juga dianggap tidak sebanding dengan hasilnya yang belum tentu akurat. Dari
sini muncul alternatif lain yaitu pengukuran dengan menggunakan cara subyektif.
Metode pengukuran beban kerja subyektif yang populer digunakan adalah metode
NASA-TLX (NASA Task Load Index). Metode NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra G.
Hart dari NASA-Ames Research Center serta Lowell E. Staveland dari San
Jose State University pada tahun 1981 (Hancock dan Meshkati, 1988). Metode
ini berupa kuesioner dikembangkan berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran
subjektif yang lebih mudah tetapi lebih sensitif pada pengukuran beban kerja.
Metode NASA-TLX merupakan prosedur rating multi dimensional, yang
membagi workload atas dasar rata-rata pembebanan 6
dimensi, yaitu Mental Demand, Physical Demand, Temporal Demand,
Effort, Own Performance, dan Frustation. NASA-TLX dibagi menjadi dua
tahap, yaitu perbandingan tiap skala (Paired Comparison) dan pemberian nilai
terhadap pekerjaan (Event Scoring).
Metode pengukuran
dengan NASA-TLX ini banyak digunakan dibandingkan metode obyektif karena cukup
sederhana dan tidak membutuhkan banyak waktu serta biaya. Peneliti cukup
membuat kuesioner dan menyebarkannya pada para pekerja dalam yang akan diukur
beban mentalnya. Perlu digarisbawahi bahwa yang diukur disini merupakan beban
kerja dari jenis pekerjaannya, bukan beban kerja yang dimiliki oleh
masing-masing pekerja. Contoh sederhananya, beban kerja yang diukur bukan
antara staf marketing 1 dengan staf marketing 2 melainkan
antara staf marketing dengan staf accounting. Karena bersifat
subyektif, data yang diambil harus lebih dari satu sumber untuk meminimasi
subyektifitas. Selain itu dalam proses pengolahan kuesioner juga harus
memperhatikan kevalidan dari data yang digunakan. Data yang dianggap tidak
sesuai atau outlier harus dieliminasi agar tidak mengganggu hasil pengukuran.
Hancock dan
Meshkati (1988) menjelaskan langkah-langkah dalam pengukuran beban kerja mental
dengan menggunakan metode NASA-TLX.
1. Penjelasan indikator beban
mental yang akan diukur
2. Pembobotan
Pada bagian ini
responden diminta untuk melingkari salah satu dari dua indikator yang dirasakan
lebih dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan tersebut.
Kuesioner NASA-TLX yang diberikan berupa perbandingan berpasangan. Dari
kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang
dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally menjadi bobot untuk
tiap indikator beban mental.
3. Pemberian Rating
Pada bagian ini
responden diminta memberi rating terhadap keenam indikator beban mental. Rating
yang diberikan adalah subyektif tergantung pada beban mental yang dirasakan
oleh responden tersebut. Untuk mendapatkan skor beban mental NASA-TLX, bobot
dan rating untuk setiap indikator dikalikan kemudian dijumlahkan dan dibagi
dengan 15 (jumlah perbandingan berpasangan).
4. Menghitung nilai produk
Diperoleh dengan
mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing-masing deskriptor.
Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6 indikator (MD, PD, TD, CE,
FR, EF)
Produk = rating x bobot faktor
5. Menghitung Weighted Workload
(WWL)
Diperoleh dengan menjumlahkan
keenam nilai produk
6. Menghitung rata-rata WWL
Diperoleh dengan membagi WWL dengan
jumlah bobot total
7. Interpretasi Skor
Berdasarkan penjelasan Hart dan
Staveland (1981) dalam teori NASA-TLX, skor beban kerja yang diperoleh terbagi
dalam tiga bagian yaitu pekerjaan menurut para responden tergolong agak berat
jika nilai >80, nilai 50-80 menyatakan beban pekerjaan sedang, sedangkan nilai
<50 menyatakan beban pekerjaan agak ringan.
Output yang dihasilkan dari
pengukuran dengan NASA-TLX ini berupa tingkat beban kerja mental yang dialami
oleh pekerja. Hasil pengukuran ini bisa menjadi pertimbangan manajemen untuk
melakukan langkah lebih lanjut, misalnya dengan mengurangi beban kerja untuk
pekerjaan yang memiliki skor di atas 80, kemudian mengalokasikannya pada
pekerjaan yang memiliki beban kerja di bawah 50 atau langkah-langkah yang
lainnya.
Komentar
Posting Komentar