Makalah Pendidikan Agama Islam Sumber Hukum Islam, Al Quran, Hadits, Ijtihad


MAKALAH SUMBER HUKUM ISLAM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam II



Dosen Pengampu
Suryana, M.Pdi


Oleh
               Ilham Zuliadin            1603061
               Rizkie Utama              1603020
               Sopia Marwah             1603046



JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI GARUT
2017



DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.. i
DAFTAR ISI. ii
BAB I PENDAHULUAN.. 1
1.1      Latar Belakang. 1
1.2      Rumusan Masalah. 2
1.3      Tujuan. 2
BAB II PEMBAHASAN.. 3
2.1      Al-Qur’an. 3
2.1.1      Pengertian Al-Qur’an. 3
2.1.2      Sebab-sebab Turunnya Al-Qur’an. 3
2.1.3      Al-Qur’an Sebagai Dasar dan Sumber Hukum Islam.. 5
2.1.4      Kedudukan Al-Qur’an. 10
2.1.5      Fungsi Al-Qur’an. 10
2.2      Sunnah (Hadist) 11
2.2.1      Pengertian Hadist 11
2.2.2      Kategorisasi dan Pembagiaan Sunnah (Hadist) 11
2.2.3      Hadist Sebagai Hujjah. 15
2.3      Ijtihad. 16
2.3.1      Pengertian Ijtihad. 16
2.3.2      Syarat-Syarat Melakukan Ijtihad. 17
2.3.3      Kedudukan dan Dalil Ijtihad. 17
2.3.4      Metode-metode Ijtihad. 18
BAB III PENUTUP.. 21
3.1      Kesimpulan. 21
3.2      Saran. 21
DAFTAR PUSTAKA
.. iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadist, tampak amat ideal dan agung.
Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya. Untuk menjadi orang yang bertaqwa kita harus menjalankan semua perintah alloh dan menjauhi semua larangannya,perintah dan larangan alloh sudah ada dalam Al-Qur’an ,hadist dan ijtihad sebagai sumber hukum islam. Oleh karena itu makalah ini akan membahas tentang sumber hukum islam.

1.2 Rumusan Masalah

Berikut adalah rumusan masalah pada makalah ini:
1. Apa itu Al-Qur’an?
2. Apa itu Hadist?
3. Apa itu Ijtihad?
4. Bagaimana Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam?
5. Bagaimana Hadist sebagai sumber hukum islam?
6. Bagaimana Ijtihad sebagai sumber hukum islam?

1.3 Tujuan

Berikut adalah tujuan dari pembuatan makalah ini:
1. Mengetahui pengertian Al-Qur’an
2. Mengetahui pengertian Hadist
3. Mengetahui pengertian Ijtihad
4. Mengetahui sebab Al-Qur’an menjadi sumber hukum islam
5. Mengetahui sebab Hadist menjadi sumber hukum islam
6. Mengetahui sebab Ijtihad menjadi sumber hukum islam

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Al-Qur’an

           2.1.1 Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur'an ialah kalam Allah swt.yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril, sebagai mukjizat dan sumber hukum serta sebagai pedoman hidup bagi pemeluk Islam, membacanya sebagai ibadah kepada Allah.
Menurut bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata dasar Qara-Yaqra’u, Qira’atan-Wa qur’anan, yang artinya bacaan. Sedangkan meurut istilah, Al-Qur’an adalah firman Allah swt. Yang merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantara Malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada manusia secara mutawatir yang diperintahkan untuk mempelajarinya. Al-Qur’an tediri dari 114 surat dan 30 juz. Al-Qur'an mempunyai nama-nama lain seperti: Al-Kitab, Kitabullah, Al-Furqan artinya yang membedakan antara yang haq dan yang batil, dan Az-Zikru artinyaperingatan. Dan masih banyak lagi nama-nama Al-Qur'an.

           2.1.2 Sebab-sebab Turunnya Al-Qur’an

Ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah saw. Ialah sebagai penerang atau penjelas terhadap suatu perkara yang pada waktu itu Rasulullah saw. belum mengetahui hukumnya. Maka ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan karena ada suatu kejadian atau pertanyaan dari para sahabat nabi, yang mana nabi sendiri belum mengetahui hukumnya.Sedikit sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan tanpa adanya suatu sebab yang melatarbelakanginya atau tanpa ada pertanyaan yang mendahuluinya. Ayat-ayat Al-Qur'an yang turun karena ada pertanyaan dari sahabat nabi antara lain terdapat pada ayat-ayat yang memiliki ciri atau didahului oleh lafal "Yas'alùnaka (mereka bertanya kepadamu)." Dan ayat-ayat semacam ini banyak sekali kita jumpai, misalnya
وَيَسْئَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ قُلِ الْعَفْوَ. (البقرة: ٢١٩)
"Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, 'Kelebihan (dari apa yang diperlukan) '."(QS. Al-Baqarah/2: 219) 
وَيَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الْيَتٰمٰى قُلْ اِصْلَاحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ. (البقرة: ٢٢٠)
"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, 'Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!'"  (QS. Al-Baqarah/2: 220)
وَيَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ قُلْ هُوَ اَذًى. (البقرة: ٢٢٢)
"Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, 'Itu adalah sesuatu yang kotor) .(QS. Al-Baqarah/2: 222)
وَيَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّيْ وَمَاۤ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا. (الاسراء: ٨٥)
"Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, 'Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan hanya sedikit'." (QS. Al-Isrã'/17: 85)
Ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan karena ada suatu kejadian, misalnya pada suatu ketika salah seorang sahabat yang bernama Mursyidan Al-Ghanawi mencintai seorang wanita musyrik bernama Inaq yang mana keduanya ingin mengikat dalam suatu pernikahan.Ia mohon izin kepada Rasulullah untuk beristri dengan perempuan musyrik yang dicintainya itu. Ketika itu, Rasulullah saw. tidak dapat memberikan jawabannya karena belum ada hukum yang menetapkan tentang hal itu. Maka turunlah ayat sebagai berikut:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ. (البقرة: ٢٢١)
"Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman.Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu."(QS. Al-Baqarah/2: 221)

           2.1.3 Al-Qur’an Sebagai Dasar dan Sumber Hukum Islam

Allah swt.menurunkan Al-Qur'an tiada lain supaya dijadikan dasar hukum dan disampaikan kepada umat manusia untuk diamalkan segala perintah-Nya dan ditinggalkan segala larangan-Nya, sebagaimana firman Allah:
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِيْۤ اُوْحِيَ اِلَيْكَ. (الزخرف: ۴۳)
"Maka berpegang teguhlah engkau kepada (agama) yang telah diwahyukan kepadamu."  (QS. Az-Zukhruf/43: 43)
يٰۤاَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ. (المائدة: ٦٧)
"Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu."(QS. Al-Ma'idah/5: 67)
وَهٰذَا كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ مُبٰرَكٌ فَاتَّبِعُوْهُ وَاتَّقُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. (الانعام: ١٥٥)
"Dan ini adalah Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan dengan penuh berkah. Ikutilah, dan bertakwalah agar kamu mendapat rahmat."(QS. Al-Anãm/6: 155)

A.  Prinsip Dasar Al-Qur’an dalam Menerapkan Hukum
Al-Qur'an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk dan pengalaran bagi seluruh umat manusia.Dalam menetapkan perintah dan larangan Al-Qur'an selalu berpedoman pada dua hal, yaitu:
1. Tidak memberatkan, sebagaimana firman Allah:
لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا. (البقرة: ٢٨٦)
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."  (QS. Al-Baqarah/2: 286)
يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ. (البقرة: ١٨٥)
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu."  (QS. Al-Baqarah/2: 185)
Dengan dasar itulah, maka kita diperbolehkan:
a. Mengqashar salat (dari empat menjadi dua rakaat) dan menjamak (mengumpulkan dua salat), yang masing-masing apabila dalam bepergian sesuai dengan syarat-syaratnya.
b. Boleh tidak berpuasa apabila sedang bepergian jauh.
c.  Boleh bertayamum sebagai ganti wudhu.
d.  Boleh makan makanan yang diharamkan, jika dalam keadaan terpaksa.
1. Dalam menetapkan dan merubah suatu hukum tidak dilakukan sekaligus, melainkan dengan cara berangsur-angsur, seperti pada penetapan larangan minum minuman keras dan perjudian, sebagaimana firman Allah:swt.:
يَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيْهِمَاۤ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَاِثْمُهُمَاۤ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَا. (البقره: ٢١٩)
"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang minuman yang memabukkan dan tentang perjudian. Katakanlah olehmu, bahwa minuman yang memabukkan dan perjudian itu dosa besar dan ada manfaatnya bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya."  (QS. Al-Baqarah/2: 219)
Setelah ayat di atas diturunkan, kemudian datanglah fase yang kedua sebagaimana firman Allahswt.:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكَارٰى. (النساء: ٤٣)
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat, ketika kamu dalam keadaan mabuk."(QS. An-Nisã'/4: 43)
Kemudian datanglah fase ketiga yang menjelaskan larangan keras terhadap arak dan judi. Larangan ini diterapkan Karena sudah banyak orang yang meninggalkan kebiasaan minum minuman keras dan berjudi, disisi lain yaitu, karena sebelumnya sudah pernah diturunkan ayat yang mengindikasikan keharamannya, yaitu ayat yang pertama dan kedua, sebagaimana firman Allahswt.:

ياۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. (المائدة: ٩٠)
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."(QS. Al-Mã'idah/5: 90)
Demikianlah Allah membuat dan menetapkan hukum secara berangsur-angsur dan sebaliknya dalam pembinaan hokum pun secara berangsur-angsur pula, misalnya pengumuman dasar peperangan dan jihad di masa permulaan Islam di kota Madinah. Misalnya firman Allah:
اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْا وَاِنَّ اللهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ. (الحج: ٣٩)
"Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu."(QS. Al-Hajj/22: 39)
Kemudian diperluas keterangan tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan peperangan, seperti perintah persiapan dengan segala perbekalan, hukum-hukum orang yang di tawan dan ghanimah(harta rampasan) serta lain-lainnya.
Di antara firman Allah swt.yang menjelaskan perbekalan dan peralatan perang, adalah sebagai berikut:
وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ. (الانفال: ٦٠)
"Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda."  (QS. Al-Anfãl/8: 60)
Sedangkan ayat yang menjelaskan tentang tawanan perang, diatur sebagaimana firman Allah swt. berikut ini:
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّكُوْنَ لَهُۤ اَسْرٰى حَتّٰى يُـثْخِنَ فِى الْاَرْضِ تُرِيْدُوْنَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللهُ يُرِيْدُ الْاٰخِرَةَ. (الانفال: ٦٧)
"Tidaklah pantas, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu) ."(QS. Al-Anfãl/8: 67|)
Adapun ayat yang menerangkan tentang ghanimah(harta rampasan perang) danpembagiannya diatur sebagaimana firman Allah:
وَاعْلَمُوْۤا اَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَاَنَّ لِلهِ خُمُسَهٗ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ. (الانفال: ٤١)
"Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil."(QS. Al-Anfãl/8: 41)
A. Memetik Pelajaran dari Al-Qur’an
Selain mengetahui sebab-sebab turunnya Al-Qur'an, kita dituntut pula mengetahui cara mengambil pelajaran yang terdapat di dalamnya, terutama hal-hal yang berhubungan dengan hukum. Kita mempelajari ushul fiqih gunanya tiada lain untuk mengetahui bagaimana cara kita mengambil hukum dari ayat-ayat Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an terdapat beberapa macam ayat yang menunjukkan suatu hukum, akan tetapi masing-masing dalalahnya berbeda. Adapun dalalah yang menunjukkan suatu hukum di dalam Al-Qur'an dapat dibedakan menjadi:
1.             Ada yang perintahnya jelas, akan tetapi caranya tidak jelas, seperti ayat:
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ. (البقرة: ٤۳)
"Dan laksanakanlah salat." (QS. Al-Baqarah/2: 43)

Dalam ayat di atas perintah salat jelas, tetapi cara pelaksanakannya tidak disebutkan.
1. Ada yang perintahnya jelas, tetapi ukurannya tidak jelas, misalnya:
وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ. (البقرة: ٤٣)
"Tunaikanlah zakat."(QS. Al-Baqarah/2: 43)
Ayat di atas jelas perintahnya yaitu tentang zakat, tetapi ukurandan batasan nishabnya tidak diterangkan di dalam ayat ini.
2. Adapula ayat yang dalilnya jelas, misalnya tentang menyapu muka dan tangan dalam tayamum, tetapi batasnya tidak jelas, sampai di mana yang disapu, seperti firman Allah:
فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ. (النساء: ٤٣)
"Usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu." (QS. An-Nisã'/4: 43)
Kalau kita menjumpai ayat-ayat semacam ini, maka perlu sekali adanya penjelasan lebih lanjut.Dalam hal ini tidak ada seorangpun yang berhak menjelaskannya, kecuali hanya Nabi Mukhammad saw. seorang, sebagaimana firman Allah:
وَاَنْزَلْنَاۤ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ. (النحل: ٤٤)
"Dan Kami turunkan Az-Zikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia."(QS. An-Nahl/16: 44)
Az-Zikru oleh sebagian ulama diartikan dengan segala sesuatu yang datang dari Rasulullah, baik itu berupa sabdanya, perbuatannya dan sebagainya yang menjadi tafsir bagi Al-Qur'an, atau yang dinamakandengan "Sunah".

           2.1.4 Kedudukan Al-Qur’an

Sebagai kitab suci, Al-Qur’an merupakan pedoman hidup kaum muslimin. Sebab di dalamnya terkandung aturan da kaidah-kaidah kehidupan yang harus dijalankan oleh umat manusia. Allah swt. Menetapkan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama bagi hukum Islam. Sebagaimana firman-Nya :
إِنَّآ أَنْزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَآ أَرٰـكَ اللهُ ۚ وَلاَتَكُنْ لِّلْخَآئِنِيْنَ خَصِيْمًا (105)
Artinya : “Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab )Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad), membawa kebenaran agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penantang (orang-orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang bekhianat. (QS. An Nisa’ : 105).”

           2.1.5 Fungsi Al-Qur’an

1. Sebagai pedoman hidup manusia
2. Sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa
3. Sebagai mukjizat atas kebenaran risalah Nabi Muhammad saw.
4. Sebagai sumber hidayah dan syari’ah
5.  Sebagai pembeda antara yang hak dan yang bathil

2.2 Sunnah (Hadist)

           2.2.1 Pengertian Hadist

Menurut bahasa, hadits artinya baru, dekat dan berita. Sedangkan menurut istilah, hadits adalah perkataan (qaul), perbuatan (fi’il) dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad saw. yang berkaitan dengan hukum. Hadits disebut juga Sunnah, yang menurut bahasa artinya jalan yang terpuji atau cara yang dibiasakan. Menurut istilah, sunnah sama dengan pengertian hadits, yaitu segala ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw. yang harus diterima sebagai ketentuan hukum oleh kaum muslimin dan segala yang bertentangan dengannya harus ditolak.

           2.2.2 Kategorisasi dan Pembagiaan Sunnah (Hadist)

A.  Kategorisasi Khabar atau Sunnah
Khabar atau sunah pada umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu:
1. Khabar yang pasti kebenarannya, seperti apa yang datang dari Allah, rasul-Nya dan khabar yang diriwayatkan dengan jalan mutawatir.
2. Khabar yang pasti salahnya, yaitu pemberitaan tentang hal-hal yang tidak mungkin dibenarkan oleh akal, seperti khabar yang menyatakan antara hidup dan mati dapat berkumpul. Atau khabar yang bertentangan dengan ketentuan syariat, seperti mengakui menjadi rasul, akan tetapi tidak disertai dengan mukjizat.
3. Khabar yang tidak dapat dipastikan benar atau bohongnya seperti khabar-khabar yang samar, karena kadang-kadang tidak dapat ditentukan mana yang kuat, benarnya atau bohongnya. Atau kadang-kadang kuat benarnya, tetapi tidak pasti (qath'i), seperti pemberitaan orang yang adil. Dan kadang-kadang juga kuat bohongnya, tetapi tidak dapat dipastikan, seperti pemberitaan orang fasiq.
A. Pembagian Sunah
Dalam hal ini, sunah dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1.  Sunah Qauliyah
Sunah Qauliyah yaitu perkataan Nabi saw. yang menerangkan hukum-hukum agama dan maksud isi Al-Qur'an serta berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan dan juga menganjurkan akhlak yang mulia. Sunah qauliyah (ucapan) ini dinamakan juga dengan Hadis Nabi saw.
2. Sunah Filiyah
Sunah Filiyah yaitu perbuatan Nabi saw. yang menerangkan cara melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudhu, salat dan sebagainya.Sunah filiyah itu terbagi sebagai berikut:
a. Perbuatan Nabi saw. yang bersifat gerakan jiwa, gerakan hati,dan gerakan tubuh, seperti: bernapas, duduk, berjalan dan sebagainya. Perbuatan semacam ini tidak ada sangkut-pautnya dengan persoalan hukum, dan tidak pula ada hubungannya dengan suatu perintah, larangan atau teladan.
b. Perbuatan Nabi saw. yang bersifat kebiasaan, seperti: cara-cara makan, tidur dan sebagainya. Perbuatan semacam ini pun tidak ada hubungannya dengan perintah, larangan dan teladan; kecuali kalau ada perintah atau anjuran nabi untuk mengikuti cara-cara tersebut.
c. Perbuatan Nabi saw. yang khusus untuk beliau sendiri, seperti menyambungkan puasa dengan tidak berbuka dan beristri lebih dari empat. Dalam hal ini orang lain tidak boleh mengikutinya.
d. Perbuatan Nabi saw.yang bersifat menjelaskan hukum yang mujmal (global), seperti: salat dan hajinya yang mana keduanya dapat menjelaskan sabdanya:
صَلُّوْا  كَمَا رَاَيْتُمُوْنِيْ اُصَلِّيْ. (رواه البخاري)
"Salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku salat."(HR. Bukhari).
Dan hadis:
خُذُوْا مَنَاسِكَكُمْ. (رواه الدارمي)
"Ambillah daripadaku hal-hal (perlakuan) ibadah hajimu."(HR. Ad-Darimi)
a. Perbuatan Nabi saw.yang dilakukan terhadap orang lain sebagai suatu hukuman, seperti: menahan orang,atau mengusahakan milik orang lain. Di sini perlu mengetahui sebab-sebabnya, kalau berlaku orang yang dakwa-mendakwa, maka tentu berlaku sebagai keputusan.
b.   Pebuatan Nabi saw. yang menunjukkan suatu kebolehan, seperti: berwudhu dengan satu kali, dua kali dan tiga kali.
1. Sunah Taqririyah
Sunah taqririyah ialah berdiam dirinya Nabi saw. ketika melihat suatu perbuatan dhari para sahabat, baik perbuatan tersebut mereka kerjakan di hadapan nabi atau tidak, akan tetapi berita mengenai perbuatan tersebut sampai kepada nabi. Maka perkataan atau perbuatan yang didiamkan oleh nabi dianggap sama dengan perkataan dan perbuatan Nabi sendiri, dan dapat dijadikan sebagai hujjah bagi seluruh umat.
Adapun syarat sahnya taqrir atau ketetapan nabi ialah orang tersebut benar-benar tunduk kepada aturan syara', bukan orang kafir atau munafik.
Contoh-contoh taqrir antara lain sebagai berikut:
a.  Mempergunakan uang yang dibuat oleh orang kafir.
b. Mempergunakan harta yang diusahakan mereka ketika masih kafir.
c. Membiarkan zikir dengan suara keras sesudah salat.
Selain tiga macam sunah sebagaimana disebutkan di atas, sebagian besar ulama menambahkan satu lagi yaitu sunah hammiyah.Sunah hammiyah ialah sesuatu yang dikehendaki Nabi (diingini) tetapi belum jadi dikerjakan.Misalnya beliau ingin melakukan puasa pada tanggal 9 Muharram, tetapi belum dilakukan beliau telah wafat terlebih dahulu.Walaupun keinginan melaksanakan puasa pada
 tanggal 9 Muharram belum jadi dilaksanakan oleh nabi, namun sebagian besar ulama menganggap sunahnya berpuasa pada tanggal 9 Muharram.
A.  Sunah Ditinjau dari Segi Kualitasnya
Khabar atau sunah jika ditinjau dari segi kualitasnya, yakni sifat orang-orang yang meriwayatkannya, maka terbagi menjadi tiga:
1.  Hadis Shahih, yaitu hadis yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sanadnya tidak terputus-putus.
b.  Orang atau rawi yang meriwayatkan bersifat adil, sempurna ingatan dan catatannya (dhabith), tidak suka berbuat ganjil dan bertentangan engan orang banyak.
c. Tidak terdapat cacat pada orangdan isi hadisnya dengan cacat yang dapat membahayakan.
d.  Keadaannya tidak dibenci dan ditolak oleh ahli-ahli hadist.
Contoh-contoh hadist shahih, ialah semua yang terdapat pada kitab-kitab hadis Imam Bukhari dan Muslim.
2. Hadist Hasan,yaitu hadist yang memenuhi syarat hadis shahih, tetapi orang yang meriwayatkan kurang kuat ingatannya. Hadis semacam ini boleh diterima sekalipun tingkat hafalan rawinya agak kurang sempurna, asal tidak berpenyakit yang membahayakan dan tidak berbuat ganjil atau bertentangan dengan kebanyakan orang (syadz).
3. Hadist Dha'if,yaitu hadis yang tidak lengkap syaratnya, yakni tidak memenuhi syarat yang terdapat dalam hadis shahih dan hadis hasan. 


           2.2.3  Hadist Sebagai Hujjah

Sebagaimana Al-Qur’an, hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Derajatnya menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an.Sebagai hujjah hukum Islam, Hadist itu mempunyai dua fungsi:
1.Menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Qur'an; sebagai-mana firman Allah:
وَاَنْزَلْنَاۤ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ. (النحل: ٤٤)
"Dan Kami turunkan Az-Zikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka."(QS. An-Naœl/16: 44)
Sunah dapat menjadi hujjah dikarenakan sebagian besar hukum yang terdapat di dalam ayat-ayat Al-Qur'an masih bersifat global. Dalam hal ini, penjelasan lebih lanjut mengenai suatu hukum diperlukan adanya keterangan dari nabi yang berupa hadist. Sebagai contoh, perintah salat dan zakat dalam Al-Qur'an masih merupakan perintah mengerjakan dan mengeluarkan secara umum, sedang tata cara pelaksanaanya tidak disebutkan di sana. Maka cara pelaksanaannya membutuhkan adanya penjelasan dari Rasulullah saw.
2. Sunah dapat berdiri sendiri dalam menentukan suatu hukum. Hal ini dapat kita ketahui dari haramnya binatang yang berkuku tajam, padahal di dalam Al-Qur'an tidak kita dapati hukum yang demikian ini.
Kedudukan hadist atau sunah dalam kasus seperti ini dapat dijadikan sebagai hokum syara' dengan sendirinya sebagaimana sabda Nabi saw.:
اَلَا وَاِنِّيْ اُوْتِيْتُ الْقُرْاٰنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ. (رواه ابو داود والترمذي)
"Ingatlah bahwasanya saya sudah diberi Qur'an dan disertai dengan yang sebangsanya (sunah) itu." (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi)
Selanjutnya firman Allahswt.:
وَمَاۤ اٰتٰكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا. (الحشر: ٧)
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah."(QS. Al-Hasyr/59: 7)
Di ayat lain Allah swt.berfirman:
مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللهَ. (النساء: ٨٠)
"Barang siapa mentaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah." (QS. An-Nisã'/4: 80)
Dengan demikian dapat kita ketahui, bahwa hadist adalah merupakan hujjah kedua sesudah Al-Qur'an yang dapat dijadikan sumber hukum.

Baca Juga: Akad Musyarakah
                  Pendidikan Agama Islam, Ilmu Fiqih, Fiqih Munakahat

2.3 Ijtihad

Al-Qur’an dan hadits tidak akan berubah dan mengalami penambahan isi bersama dengan berakhirnya wahyu, sementara permasalahan dan problematika kehidupan senantiasa muncul sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Islam menggariskan ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga.

           2.3.1 Pengertian Ijtihad

Menurut bahasa Ijtihad berarti memeras pikiran/berusaha dengan giat dan sungguh-sungguh, mencurahkan tenaga maksimal atau berusaha dengan giat dan sungguh-sungguh. Sedangkan menurut istilah Ijtihad berarti berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam Al-Qur’an maupun Hadits, dengan menggunakan akal pikiran serta berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam Al-Qur’an dan Hadits tersebut orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.
     Adapun dasar keharusan ijtihad antara lain sabda Rasulullah saw. kepada Abdullah bin Mas’ud :Berhukumlah engkau dengan Al-Qur’an dan As Sunnah apabila persoalan itu kau temukan dua sumber tersebut, tapi apabila engkau tidak menemukannya pada dua sumber tersebut maka berijtihadlah!.

           2.3.1 Syarat-Syarat Melakukan Ijtihad

1. Mengetahui isi dan kandungan Al-Qur’an dan Al Hadits
2. Mengetahui seluk beluk bahasa Arab dengan segala kelengkapannya
3. Mengetahui ilmu ushul dan kaidah-kaidah fiqh secara mendalam
4. Mengetahui soal-soal Ijma’
Adapun hal-hal yang bisa diijtihadkan adalah hal-hal yang di dalam Al-Qur’an dan Al Hadits tidak diketemukan hukumnya secara pasti.

           2.3.2 Kedudukan dan Dalil Ijtihad

Ijtihad sangat diperlukan dalam kehidupan umat Islam untuk mencari kepastian hukum (Islam) terhadap berbagai persoalan yang muncul yang tidak ditemukan sumber hukumnya secara jelas dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu, nas Al-Qur’an dan Al-Hadits sendiri juga mengharuskan kaum muslimin yang memiliki kemampuan pengetahuan dan pikiran untuk berijtihad. Perhatikan firman Allah swt. Berikut ini :
فَاعْتَبِرُواْيٰأُوْلِى اْلاَبْصٰرِ
Artinya : "Maka ambilah (kejadian) itu menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan. (QS. Al Hasyr : 2)”
Juga hadits Rasulullah saw. yang dikutip oleh Ibnu Umar berikut :
اَنْتُمْ اَعْلَمُ بِاُمُوْرِدُنْيَاكُمْ ... (رواه المسلم)
Artinya : “Kamu lebih mengerti mengenai urusan kehidupan duniamu. (HR. Muslim)”

           2.3.3 Metode-metode Ijtihad

Ada beberapa cara atau metode yang telah dirumuskan oleh para mujtahid dalam melakukan ijtihad yang juga merupakan bentuk dari ijtihad itu sendiri, antara lain adalah :
1. Ijma’
Menggunakan bahasa Ijma’ berarti menghimpun, mengumpulkan dan menyatukan pendapat. Menurut istilah ijma’ adalah kesepakatan para ulama tentang hukum suatu masalah yang tidak tercantum di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
2.\Qiyas
Menurut bahasa Qiyas berarti mengukur sesuatu dengan contoh yang lain, kemudian menyamakannya. Menurut istilah, Qiyas adalah menentukan hukum suatu maslaah yang tidak ditentukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan cara menganalogikan suatu masalah dengan masalah yang lain karena terdapat kesamaan ‘illat (alasan).
3.  Istihsan
Menurut bahasa, Istihsan berarti menganggap/mengambil yang terbaik dari suatu hal. Menurut istilah, Istihsan adalah meninggalkan qiyas yang jelas (jali) untuk menjalankan qiyas yang tidak jelas (khafi), atau meninggalkan hukum umum (universal/kulli) untuk menjalankan hukum khusus (pengecualian/istitsna’), karena adanya alasan yang menurut pertimbangan logika menguatkannya. Contoh: menurut istihsan sisa minuman dari burung-burung yang buas seperti elang, gagak, rajawali dan lain-lain itu tetap suci berbeda dengan sisa minuman dari binatang-binatang buas seperti harimau, singa, serigala dan lain-lain yang haram dagingnya karena sisa makanan binatang-binatnag buas ini  mengikuti hukum dagingnya, maka sisa minumannya juga haram (najis). Alasan kesucian dari sisa minuman burung-burung buas tadi : meskipun haram dagingnya, karena burung-burung itu mengambil air minumnya dengan paruh yang berupa tulang (dimanan hukum tulang itu sendiri suci) dan tidak dimungkinkan air liur / ludah yang keluar dari perutnya (dagingnya) itu bercampur dengan sisa minuman tadi. Sedangkan binatang-binatang buas mengambil air minum dengan mulutnya yang sejenis daging sehingga dimungkinkan sekali sisa minumannya bercampur dengan ludahnya.
1. Masalihul Mursalah
Menurut bahasa, Masalihul Mursalah berarti pertimbangan untuk mengambil kebaikan. Menurut istilah, Masalihul Mursalah yaitu penetapan hukum yang didasarkan atas kemaslahatan umum atau kepentingan bersama dimana hokum pasti dari maslah tersebut tidak ditetapkan oleh oleh syar’I (al Qur’an dan Hadits) dan tidak ada perintah memperhatikan atau mengabaikannya. Contoh penggunaan masalihul mursalah kebijaksanaan yang diambil sahabat Abu Bakar shiddiq mengenai pengumpulan al Qur’an dalam suatu mush-haf, penggunaan ‘ijazah, surat-surat berharga dsb.
Dengan perkembangan zaman yang terus semakin maju, muncul berbagai masalah baru yang belum dijumpai ketetapan hukumnya di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Masalah-masalah baru tersebut membutuhkan ijtihad, sehingga menjadi hukum bagi kaum muslimin. Hal ini menuntut kita semua untuk selalu memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan kita, sehingga kita mampu menjadi para mujtahid yang memiliki syarat-syarat ijtihad dengan benar. Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi setiap umat muslim yang memiliki syarat-syarat ijtihad. Islam sangat mendorong kaum muslimin untuk melakukan ijtihad. Hal ini ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya yag diriwayatkan Mu’az bin Jabal :
Artinya : "Apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan jalan ijtihad kemudian benar, maka ia mendapat dua pahala, dan apabila dia memutuskan dengan jalan ijtihad kemudian keliru, maka dia memperoleh satu pahala. (HR. Bukhari Muslim).”
2.  Istish-hab
Melanjutkan berlakunya hokum yang telah ada dan telah diterapkan karena adanya suatu dalil sampai datangnya dalil lain yang mengubah kedudukan hokum tersebut. Misalnya apa yang diyakini ada, tidak akan hilang oleh adanya keragu-raguan, contoh : orang yang telah berwudlu, lalu dia ragu-ragu apakah sudah batal atau belum, maka yang dipakai adalah dia tetap dalam keadaan wudlu dalam pengertian wudlunya tetap sah. Seperti itu juga dalam hal menentukan suatu masalah yang hukum pokoknya mubah (boleh), maka hukumnya tetap mubah sampai dating dalil yang mnegharuskan meninggalkan hokum tersebut.
3.‘Urf
Berlakunya adat / kebiasaan seseorang atau sekelompok orang / masyarakat baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang bisa menjadi dasar hukum dalam menetapkan suatu hukum, misalnya : kebiasaan jual beli dengan serah terima barang dengan uang tanpa harus memerincikan dalam kata-kata secara detail, peringatan mauli,d Nabi dsb.
4. Madhab Shahabi
Yaitu fatwa sahabat secara perorangan, kesepakatan seluruh sahabat atau sahabat lainya (ijma’ sahabat), contoh Ijtihad sahabat Umar secara pribadi/perorangan.
5.Syar’u man qablana,  
Yaitu berlakunya hukum-hukum syari’at pada umat yang telah diajarkan oleh para Nabi dan Rasul Allah terdahulu sebelum adanya syari’at nabi Muhammad SAW. Contoh ; berlakunya syari’at Nabi Dawud, Nabi Musa dan Nabi-Nabi lainnya yang disebutkan dalam Al Qur’an.
6. Saddu az Zara’iyah
Yaitu menutup jalan yang menuju kepada kesesatan atau perbuatan terlarang. Contoh : berjudi haram, maka mempelajari cara-cara agar mahir dalam berjudi juga dilarang
                   Akad Mudharabah Rukun Mudharabah

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Al-Qur'an ialah kalam Allah swt.yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril, sebagai mukjizat dan sumber hukum serta sebagai pedoman hidup bagi umat Islam. Al hadist adalah perkataan, perbuatan dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Ijtihad adalah bersungguh-sungguh atau berusaha untuk memecahkan suatu masalah dlam masyarakat.
Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai pedoman hidup kerana al-qu’an merupakan kitab yang diturunkan allah yang isinya adalah pedoman hidup.  Sunah dapat menjadi hujjah dikarenakan sebagian besar hukum yang terdapat di dalam ayat-ayat Al-Qur'an masih bersifat global. Dalam hal ini, penjelasan lebih lanjut mengenai suatu hukum diperlukan adanya keterangan dari nabi yang berupa hadist. Ijtihad sangat diperlukan dalam kehidupan umat Islam untuk mencari kepastian hukum (Islam) terhadap berbagai persoalan yang muncul yang tidak ditemukan sumber hukumnya secara jelas dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits

3.2 Saran

Adapun saran untuk para pembaca adalah pelajarilah, pahamilah, amalkanlah sumber hukum islam diatas agar hidup kita lebih mempunyai makna yang jelas.

DAFTAR PUSTAKA

sumber : http://syariatkita.blogspot.co.id/2015/01/sumber-sumber-hukum-Islam-dan-keterangannya-secara-lengkap.html
Sumber: http://masatox-education.blogspot.co.id/2012/01/bab-v-memahami-sumber-sumber-hukum.html

Baca Juga Makalah Lainnya : Makalah Bahasa Inggris,Efficient Reading

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Kerja Bangku dan Peralatan Kerja Bangku

Hasil Produk Mesin Bubut